BAUBAU, SULAWESI TENGGARA, MPI_Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Baubau secara resmi diminta untuk diberhe tikan dari jabatannya oleh Koalisi Advokasi Kebijakan Publik (KAKP) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Permintaan pemberhentian ini dituangkan dalam surat KAKP Sultra nomor 8/KAKP-IX/2020 tertanggal 03 September 2020, perihal pemberian sangsi kepada TAPD Kota Baubau, yang ditujukan kepada Wali Kota Baubau dengan tembusan kepada Gubernur Sultra, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI dan DPRD Kota Baubau.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Advokasi KKAP Sultra, LM Isa Anshari, kepada awak media ini, Kamis (03/09), melalui sambungan whatsapp.
“Hari ini, Kamis (03/09), KAKP Sultra resmi mengirimkan surat perihal pemberian sangsi kepada TAPD Kota Baubau. Surat ini meminta diberhentikannya TAPD Kota Baubau dari jabatannya,” ungkapnya.
Isa, sapaan akrabnya, menyampaikan pengajuan permintaan tersebut merupakan tindak lanjut yang ditempuh oleh KAKP Sultra terkait tidak ditetapkannya Raperda Pelaksaaan APBD dan Raperda Wali Kota Baubau tentang penjabaran pelaksanaan APBD Baubau TA 2019 sebagai Perda oleh DPRD Baubau.
“Dengan tidak ditetapkannya Raperda tersebut menjadi Perda maka akan ada konsekuensi hukum terhadap TAPD Kota Baubau yakni dilakukannya evaluasi kinerja TAPD yang dipimpin Sekda, Dr. Roni Muhtar, dengan Pejabat Perencana Daerah, dalam hal ini Kepala Bappeda, La Ode Aswad, dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dalam hal ini Kepala BPKAD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), Abdul Fatar, sebagai anggota,” ucapnya.
Lebih lanjut Isa mengatakan dengan tidak ditetapkannya sebagai Perda, institusi hukum sudah harus melaksanakan tugasnya untuk melakukan proses penyelidikan lebih lanjut.
“Apalagi dengan adanya SK Gubernur Sultra sebagai petunjuk tambahan atas dugaan perbuatan pidana, itu sudah bisa menjadi dasar bagi institusi hukum dalam melakukan penyelidikan,” lanjutnya.
Ia juga menguraikan alasan pihaknya mengatakan Raperda tersebut tidak ditetapkan meskipun DPRD memberikan deadline waktu selama 60 hari kepada Pemkot Baubau untuk upaya perbaikan Raperda tersebut.
“Mengapa kami katakan Raperda tersebut tidak ditetapkan karena saat ini sudah memasuki agenda penetapan. Seharusnya dikembalikannya Raperda tersebut kepada Pemkot Baubau sudah dalam bentuk Perda. Deadline waktu yang diberikan oeh DPRD sudah sesuai dengan UU. Namun, bila merujuk pada SK Gubernur Sultra dan Permendagri nomor 11 tahun 2017 tentang Tekhnis Pelaksanaan Evaluasi selambat-lambatnya dilaksanakan selama 7 hari setelah dikeluarkan keputusan Gubernur, atau setelah diterimanya SK Gubernur oleh Pemkot Baubau,” urainya.
“Kenapa kami katakan landasannya sama karena, (1) DPRD mengaju pada UU nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara. Dan (2) UU tentang Badan Pemeriksa Keuangan Negara, dimana hasil temuan itu paling lambat diselesaikan paling lambat 60 hari sejak ditemuknnya temuan. Nah, dasar itulah yang dipakai oleh DPRD dalam menyampaikan kesimpulan. Namun kesimpulan itu tidak menjadi secara tertulis karena itu usul yang disampaikan oleh salah satu anggota legislatif saat rapat kerja kemarin. Yang menjadi pokoknya, DPRD kapanpun, ketika sudah ditindaklanjuti dan diselesaikan oleh Pemkot Baubau terkait apa yang menjadi temuan BPK dan amanat yang dikeluarkan oleh keputusan Gubernur, maka DPRD akan menetapkan Raperda tersebut,” paparnya.
Isa menambahkan surat tersebut juga menjadi notifikasi bagi pihaknya apabila dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak dimasukkan surat tersebut tidak diindahkan.
“Bila dalam jangka waktu 60 hari surat tersebut tidak diindahkan KAKP Sultra akan menempuh jalur hukum sebagai mana ya g disebut dalam gugatan Citizen Law Suit (CLS) atau Gugatan Kewarganegaraan di Pengadilan Negeri (PN),” tandasnya.(dewi)